Semenjak
kerja di salah satu bank syariah, jadi lebih sering mendapatkan pertanyaan dari
temen-temen, “apa sih bedanya bank konven sama syariah?”
Jangankan
dari temen-temen di luar, beberapa pegawai pun masih ada yang mempertanyakan,
hehe.
Well, honestly I didn’t know. I mean, hhmmm darimana ya jelasinnya..
Karna sering
dapat pertanyaan gitu, dan ngerasa bersalah sendiri ketika ga bisa memberikan
jawaban yang memuaskan ke si penanya, akhirnya setelah diskusi dengan teman
kantor yang lebih senior dan buka-buka lagi materi pelatihan, here’s the short
explanation..
Q : Apa sih bedanya Bank Syariah dengan
Bank Konven?
A : Jadi
sebenernya Bank Syariah memiliki fungsi yang sama dengan Bank Konven. Mari kita
mulai dari tugas pokok Bank. Bank itu memiliki tugas untuk menghimpun
dan menyalurkan dana. Menghimpun dana masyarakat yang punya uang;
sehingga aktivitas nya dinamakan menabung. Dan menyalurkan dana; yang dinamakan
kredit, pinjaman atau pembiayaan (istilah di Bank Syariah).
Makanya ada
istilah kalau kita mau nabung, bisa ke bank, dan kalau minjem duit pun, bisa
juga ke bank.
Maka jelas
lah disini kalau sebenernya Bank itu pada dasarnya tidak punya uang :p *oke,
skip*
Bank Syariah
juga sama-sama cari keuntungan, sama seperti bank konven.
Lalu setelah
tugas pokok tadi, apa yang membedakan?
Nah, bedanya
nih, Bank Syariah menjalankan tugas-tugas pokok bank tadi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
Prinsip-prinsip syariah itu
tidak hanya mencakup dari objek nya saja, tapi juga dari cara nya dan dari
pelakunya (sudah baligh atau belum).
Nah karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariat
itu, makanya kalo di bank syariah, transaksinya pake akad. Ada juga bagi hasil.
Karena memang secara praktek seperti itu.
Misal ada
yang mau menabung, ya pake akad. Ada pilihannya, mau akad ‘titipan/wadiah’ atau
‘investasi/mudharabah’. Nah, menabung
yang pake akad investasi, artinya si orang yang nabung tersebut setuju kalau
uang yang ditabung nya itu akan diputer ke orang lain yang membutuhkan, ya
semacam investor lah. Makanya kalau akad investasi/mudharabah maka ada bagi
hasil tiap bulannya. Sementara yang buka tabungan pake akad titipan/wadiah, dia
tidak setuju uang nya diputer nih, ya artinya tiap bulannya dia tidak akan mendapatkan
bagi hasil. Fair enough, kan ya?
Nah,
itu baru dari segi nabung nya.
Q : Kalau cuma beda istilah, yang satu perjanjian yang
satu akad, yang satu bunga yang satu bagi hasil, kalau pada praktek nya sama
mah, yaa sama sama aja dong konven ama syariah?
A :
Tetep beda dong. The point is jalur yang kita gunakan untuk mencapai tujuannya.
Sekarang gini deh, apa sih yang bikin seorang suami dan seorang istri itu
menjadi sah? Dari awalnya laki-laki dan perempuan yang ga sah terus jadi sah?
Akad kan? Akad nikah yang membuat seorang perempuan dan laki-laki dari
tidak sah menjadi sah. Nah, sama halnya dengan praktik-praktik muamalah tadi
yang dijelaskan.
Akad yang
sesuai syariat lah yang harapannya, aktivitas ekonomi tadi menjadi diridhai
Allah SWT.
Q :
Terus jadi, cuma akad doang nih yang membedakan?
A : Seperti yang udah dibilang tadi, ga cuma sampai
disitu. Karna bank syariah ini perlu menaati rambu-rambu syariat, maka dalam
praktek menerima tabungan orang dan meminjamkan uang pun harus dalam
rambu-rambu syariat. Misal nih, sekiranya ada orang yang punya usaha minuman
keras dan dia butuh uang untuk modal kerja nya, kira-kira bank syariah bakal
kasih ga ya? Tentu engga. Karena harus dalam rambu-rambu syariat, dan di
Al-Quran jelas dibilang bahwa khamar itu haram, maka bank syariah tidak akan
memberikan pinjaman ke pengusaha tersebut, ga cuma ke pengusaha khamar, ke
tempat usaha rumah potong babi misalnya, atau klub malam, dan masih banyak
lagi. Karna yang disebutkan tadi, secara objek, barangnya dikategorikan haram.
Prinsipnya adalah rambu-rambu syariat harus ditaati supaya Allah ridho, baik
dari segi objek, skema, dan pelaku. Artinya nih, duit yang diputer oleh bank
syariah (duit-duit kamu yang ditabung di bank syariah itu) insya Allah diputer
nya ke orang/pengusaha yang memang membutuhkan yang masih dalam rambu-rambu
syariat islam. Ibaratnya investor, bank syariah berusaha mencari usaha yang
halal untuk didanai dan cara yang halal dalam skemanya.
Q : Lalu bagaimana dengan bank konven? Artinya bank
konven tidak menggunakan prinsip-prinsip syariat?
A : Bank konven dan syariah sama-sama diatur oleh BI dan
OJK sebagai regulator, tapi untuk prinsip-prinsip syariat hanya perlu ditaati
oleh bank syariah, yang mana bank syariah ini ditambah pengawasnya yaitu DPS
(Dewan Pengawas Syariah), yang memastikan bahwa bank syariah ini masih menaati
syariat dan tidak melenceng dalam menjalankan bisnisnya. Artinya apa? Artinya
bank konven tidak perlu menaati prinsip-prinsip syariat ya karna memang tidak
diwajibkan. Makanya kenapa orang banyak yang bilang haram, ya karna pertama,
secara usaha mereka tidak dibatasi oleh prinsip-prinsip syariat (bisa saja uang
yang kamu tabung di bank konven sedang diputer ke pengusaha minuman keras
misal, atau usaha klub malem, atau perusahaan rokok, tidak terbatas pada usaha
apapun yang terpenting asal calon debitur lolos uji kelayakan untuk kredit),
yang kedua, saat mereka (pengusaha) meminjam pun mereka harus
mengembalikan uang dengan bunga alias riba, nah cara nya dalam nagih uang pun
tidak sesuai dengan syariat-syariat islam. Itulah beberapa hal mendasar yang
menjadikan perbedaan antara bank konven dengan bank syariah.
Q : Tapi sama aja tuh, di bank syariah misal; minjem
duit 100 juta dengan nyicil selama 7 tahun, balikinnya ga tok 100 juta, ada
lebihnya juga, misal balikin duit nya 130 juga. Apa ga sama aja kayak riba tuh
30 nya?
A
: Seperti yang saya bilang diawal tadi, mau bank konven atau bank
syariah, sama-sama mencari profit. Yang membedakan adalah proses dalam
pencariannya. Bank syariah perlu menjamin bahwa dalam proses pencarian profit
itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Jadi dalam
proses kamu mau minjem uang misal nih, mau pake akad apa dulu. Misal mau pake
akad murabahah (jual-beli) dan kamu butuh duit untuk beli rumah, dalam akad
murabahah (jual beli) kamu minta tolong ke bank supaya beliin dulu rumah yang
kamu pengen, dan kamu beli rumah nya ke bank dengan cara nyicil. Selayaknya
penjual yang perlu untung, bank diawal akan bilang, harga rumahnya segini,
margin/keuntungannya segini ya. Nah kelebihan itu lah keuntungan untuk si
penjual tadi.
Atau berbeda
lagi, misal mau pake akad musyarakah/mudharabah, akad bagi hasil yaitu akad
yang imbalan kepada bank nya berupa bagi hasil dari pendapatan usaha. Yang
biasanya nisbahnya disesuaikan di awal 70:30, 60:40. Selayaknya kepada investor
yang telah menanamkan modal kerja, investor tentu berharap kembali modal di
awal dan mendapatkan bagi hasil yang disepakati di awal (sesuai nisbah tadi).
Q : Hmmm... Tapi meskipun saya punya tabungan konven,
saya ga ambil bunganya ko, malah uang administrasi per bulannya lebih gede
ketimbang bunganya
A : Kalo itu sih memang tergantung
jumlah saldo :p *minta ditimpuk*
However, permasalahannya bukan disitu aja
sih. Semacam kayak dukunglah produk lokal dengan membelinya sehingga roda-roda
perputaran ekonomi bisa memberdayakan orang lokal. Begitu juga dengan bank
syariah maupun konven. Sejauh mana kontribusi kamu dalam perjuangan ekonomi
ini. Fyi, kita dengan negara penduduk muslim terbanyak ternyata kalah dengan
negara Malaysia yang pertumbuhan ekonomi syariah nya lebih tinggi. Even di
Inggris, pertumbuhan ekonomi syariah cukup signifikan, disebutkan bahwa tiga
kota teratas yang sangat propektif dalam mengembangkan ekonomi syariah adalah ;
Dubai, Kuala Lumpur, dan London. (sumber : sini, sini, sini, sini). Jeng jeengg...
London loh, Unbelieveable ga?
Jadi perlu
dibilang kalo ekonomi syariah di Indonesia memang belum maksimal.
Padahal
seharusnya kita tahu bahwa Islam, bukan hanya sekedar agama yang tercatut di
KTP, tapi juga the way of life. Gimana engga? perkara tidur aja diatur,
dianjurkan untuk menghadap ke kanan, yang ternyata secara kesehatan kalau
menghadap ke kiri bisa menghimpit jantung, perkara minum aja diatur; dianjurkan
untuk duduk, yang ternyata minum sambil berdiri tidak baik untuk kesehatan.
Perkara makan aja diatur, dianjurkan untuk makan pake tangan, yang ternyata
makan pake tangan dapat mengeluarkan enzim-enzim yang dapat membantu
pencernaan. Perkara tidur aja diatur; dianjurkan untuk tidak tidur pagi
(setelah subuh), yang ternyata secara kesehatan memang tidak baik. Perkara waris,
perkara hutang, perkara masuk kamar orang dewasa, perkara berbuat baik sama
orang tua dan sesama, semuanyaaaa diatur Al-Quran dan Hadits.
Yang
ternyata, semua perintah Nya dan sunnah Rosul pada dasarnya memang membawa
manfaat. Demi kebaikan si manusia itu sendiri. Including islamic banking.
Perkara
menyingkirkan duri dari jalanan, dan perkara senyum aja diatur, lah apalagi
transaksi ekonomi? Maka jika Allah melarang riba (QS. 2:275, QS. 4:161, QS.
30:39) artinya ada mudharat yang terkandung didalamnya. Berdampak buruk
buat si manusia itu sendiri. Contoh nyata nya krisis ekonomi dunia tahun 2008
yang menunjukkan bahwa kedigdayaan ekonomi sistem kapitalis toh hancur juga,
dibuktikan dengan runtuhnya perusahaan sekelas Lehman Brothers, perusahaan
raksasa yang berusia diatas 100 taun.
Jika tata
cara berekonomi telah diatur islam, maka sudah sepantasnya diikuti.
Cukup sami’na wa atho’na.
Kami dengar dan kami patuh.
Because,
who has the rule?
Sang Pencipta, atau makhluk yang
dicipta?
Q : Tapi banyak yang bilang juga bahwa bank syariah di Indonesia tuh ga
murni-murni amat syariah?
A : To be honest, iya. Wong secara regulator kita aja masih gabung ama bank
konven kan. Memang masih banyak peer yang diperlukan untuk benar-benar
menciptakan suasana kondusif perekonomian syariah, baik dari segi pelaku (bank
syariah itu sendiri), pemerintah sebagai juru kunci pemegang kebijakan, maupun stakeholder
yang terlibat, even konsumen itu sendiri yaitu masyarakat.
Tapi kalau menurut saya pribadi sih, karna kebutuhan banking ini
sangat mendesak di jaman kayak gini. I would
prefer the least mudharat. Saya akan memilih bank yang lebih kecil, lebih
sedikit mudharat nya. As simple as that.
Walaupun kondisi lapangan tidak semudah yang dibicarakan sih, tapi mudah bagi
kita untuk bertanya pada diri sendiri; telah sejauh apa sih kita berkontribusi
untuk mengikuti aturan main Nya [khususnya dalam perekonomian yang sesuai
syariat ini]?
Wallahu'alam
*Penjelasan diatas adalah pendapat pribadi berdasarkan hasil diskusi
dan pengalaman. Daaaan masih sangat jauh dari sempurna serta sangat disarankan
untuk mencari penjelasan ilmiah lain untuk pembahasan yang lebih mendalam.
Mohon maaf kalau masih banyak yang kurang, dan ada kata-kata yang
kurang berkenan.*