Emm... darimana ya mulainya...
Gini, berada di tengah-tengah itu membuat kita mau tak mau
melihat sisi-sisi kita. Macam sekarang. Saya kan berada di masa peralihan.
Peralihan apa? Iya, peralihan, dari mahasiswa ke bukan mahasiswa..
Saya sudah dinyatakan lulus dari September, tepatnya “Surat
Keterangan Lulus” saya dicap tanggal 28 September. Resmi dari situ, saya gak
ada urusan apa-apa lagi tentang kegiatan kampus mengenai perurusan akademiknya.
Bebas. Wohooo!!
Tapi toga belum dipakai, ijazah juga masih diproses, kata
lain adalah, saya belum wisuda. Perlu diketahui kalo di IPB itu, wisuda
diadakan beberapa kali dalam setahun, yang setiap wisuda diberlakukan kuota
demi kelancaran dan kecukupan gedungnya. Sedangkan wisuda terdekat dari
September itu adalah Desember, tapi
kuota desember itu udah abis, jadilah daftar wisuda setelah Desember
yaitu di Februari.
Nah, terus apa? Yaa.. karna masa peralihan gini, tentunya
cari kerja. Beberapa pekerjaan menerima
surat keterangan lulus (tidak mesti ijazah) jadi yaa.. selama menunggu wisuda
(yang Februari itu) saya juga sambil apply pekerjaan.
Beberapa teman, sudah ada yang kerja, beberapa juga
statusnya masih sama, peralihan menunggu wisuda dan belum mendapatkan pekerjaan
tetap.
Saya, sambil nunggu wisuda, sambil apply kerjaan, sambil
lanjutin kerjaan part time, sambil menunggu pekerjaan yang beneran.
Dan saya, hasil dari mengobrol, atau hasil dari status
twitter atau fb, lama kelamaan menyadari, ada dua kubu dalam fase saya dan
teman-teman seangkatan ini. Pertama, teman-teman yang lulus duluan serta sudah
mendapatkan kerja, dan teman-teman yang masih menunggu kerja.
Liat dari beberapa status di berbagai media sosial, beberapa
teman yang sudah bekerja, mengeluh, mengeluh waktunya tersita habis, mengeluh
akan kemacetan yang dihadapi sebelum dan setelah bekerja, mengeluh akan
pressure yang dihadapi dunia kerja, karna kenyataannya, dunia kerja itu sangat
berbeda dengan dunia kampus. Dan malah beberapa mengatakan “rasanya ingin
resign”.
Lalu teman2 yang belum mendapatkan kerja, begitu sangat
ingin mendapatkan kerja, begitu bosan dengan aktivitas harian yang itu-itu aja
karna ga ada kerjaan, menunggu test panggilan kerja, lalu searching kerjaan
lagi, lalu apply lagi, lalu menunggu test panggilan, lalu begitu seterusnya.
Hingga akhirnya beberapa ucapan keluar, “kerja apa aja deh, yang penting ada
kerjaan, dapet duit” saking bosannya akan waktu yang berlimpah.
Contoh, ketika ada kakak kelas yang sudah kerja di Bank
besar BUMN mengatakan “ingin resign”. Di sisi lain, beberapa teman saya begitu
sangat ingin kerja di bank tersebut. *deepsigh* ironi.
Jadi, yang satu mengeluh akan waktunya yang sedikit untuk
istirahat dan kerjanya, yang satu mengeluh akan kebanyakan waktunya.
Lantas apa ya…
Bagi yang belum mendapatkan kerja, betapa ternyata, (kerja
yang diinginkan) setelah masuk ke dalamnya membuat orang lain ‘pengen resign’.
Betapa waktu luang menjadi barang mahal bagi yang sudah kerja, betapa ternyata,
bekerja juga melelahkan, dan betapa beruntung dirinya masih memiliki waktu yang
berlimpah.
Dan bagi yang sudah dapat kerja, betapa ternyata, kebanyakan
waktu istirahat juga membosankan, betapa lelahnya mencari pekerjaan, bersaing
dengan jobseeker lain, dan betapa beruntung dirinya sudah mendapatkan pekerjaan.
Intinya? Yaa.. ternyata, waktu
yang berlimpah adalah sebuah anugrah, dan mendapatkan pekerjaan juga adalah
sebuah anugrah pula.
Mau sedang terkategori fase
manapun, alangkah baiknya jika termasuk orang yang bersyukur. Mau yang waktunya
sedang berlimpah, atau yang sudah bekerja.
Semua itu, pasti ada masanya. Hehe..
Because there is always something
to be thankful for.. :)