Jumat, 07 Desember 2012

Kubu Peralihan


Emm... darimana ya mulainya...

Gini, berada di tengah-tengah itu membuat kita mau tak mau melihat sisi-sisi kita. Macam sekarang. Saya kan berada di masa peralihan. Peralihan apa? Iya, peralihan, dari mahasiswa ke bukan mahasiswa..

Saya sudah dinyatakan lulus dari September, tepatnya “Surat Keterangan Lulus” saya dicap tanggal 28 September. Resmi dari situ, saya gak ada urusan apa-apa lagi tentang kegiatan kampus mengenai perurusan akademiknya. Bebas. Wohooo!!
Tapi toga belum dipakai, ijazah juga masih diproses, kata lain adalah, saya belum wisuda. Perlu diketahui kalo di IPB itu, wisuda diadakan beberapa kali dalam setahun, yang setiap wisuda diberlakukan kuota demi kelancaran dan kecukupan gedungnya. Sedangkan wisuda terdekat dari September itu adalah Desember, tapi  kuota desember itu udah abis, jadilah daftar wisuda setelah Desember yaitu di Februari.

Nah, terus apa? Yaa.. karna masa peralihan gini, tentunya cari kerja.  Beberapa pekerjaan menerima surat keterangan lulus (tidak mesti ijazah) jadi yaa.. selama menunggu wisuda (yang Februari itu) saya juga sambil apply pekerjaan.
Beberapa teman, sudah ada yang kerja, beberapa juga statusnya masih sama, peralihan menunggu wisuda dan belum mendapatkan pekerjaan tetap.

Saya, sambil nunggu wisuda, sambil apply kerjaan, sambil lanjutin kerjaan part time, sambil menunggu pekerjaan yang beneran.

Dan saya, hasil dari mengobrol, atau hasil dari status twitter atau fb, lama kelamaan menyadari, ada dua kubu dalam fase saya dan teman-teman seangkatan ini. Pertama, teman-teman yang lulus duluan serta sudah mendapatkan kerja, dan teman-teman yang masih menunggu kerja.

Liat dari beberapa status di berbagai media sosial, beberapa teman yang sudah bekerja, mengeluh, mengeluh waktunya tersita habis, mengeluh akan kemacetan yang dihadapi sebelum dan setelah bekerja, mengeluh akan pressure yang dihadapi dunia kerja, karna kenyataannya, dunia kerja itu sangat berbeda dengan dunia kampus. Dan malah beberapa mengatakan “rasanya ingin resign”.

Lalu teman2 yang belum mendapatkan kerja, begitu sangat ingin mendapatkan kerja, begitu bosan dengan aktivitas harian yang itu-itu aja karna ga ada kerjaan, menunggu test panggilan kerja, lalu searching kerjaan lagi, lalu apply lagi, lalu menunggu test panggilan, lalu begitu seterusnya. Hingga akhirnya beberapa ucapan keluar, “kerja apa aja deh, yang penting ada kerjaan, dapet duit” saking bosannya akan waktu yang berlimpah.
Contoh, ketika ada kakak kelas yang sudah kerja di Bank besar BUMN mengatakan “ingin resign”. Di sisi lain, beberapa teman saya begitu sangat ingin kerja di bank tersebut. *deepsigh* ironi.

Jadi, yang satu mengeluh akan waktunya yang sedikit untuk istirahat dan kerjanya, yang satu mengeluh akan kebanyakan waktunya.

Lantas apa ya…

Bagi yang belum mendapatkan kerja, betapa ternyata, (kerja yang diinginkan) setelah masuk ke dalamnya membuat orang lain ‘pengen resign’. Betapa waktu luang menjadi barang mahal bagi yang sudah kerja, betapa ternyata, bekerja juga melelahkan, dan betapa beruntung dirinya masih memiliki waktu yang berlimpah.

Dan bagi yang sudah dapat kerja, betapa ternyata, kebanyakan waktu istirahat juga membosankan, betapa lelahnya mencari pekerjaan, bersaing dengan jobseeker lain, dan betapa beruntung dirinya sudah mendapatkan pekerjaan.
Intinya? Yaa.. ternyata, waktu yang berlimpah adalah sebuah anugrah, dan mendapatkan pekerjaan juga adalah sebuah anugrah pula.

Mau sedang terkategori fase manapun, alangkah baiknya jika termasuk orang yang bersyukur. Mau yang waktunya sedang berlimpah, atau yang sudah bekerja.
Semua itu, pasti ada masanya. Hehe..
Because there is always something to be thankful for.. :)