Saya dulu adalah tim isi, tim yang selalu memandang sebelah
mata tim cangkang karna suka ngepoles luar nya doang tapi dalemnya engga. Tim yang
menurut saya, ga usah moles-molesin luar lah, tar kecewa giliran dapet isi nya
ga sesuai ekspektasi kita. Mendingan luar nya B (biasa) aja atau bahkan biarin
dianggap jelek, tapi pas liat dalemnya wow, diluar ekspektasi karna saking
berkualitas nya.
Eh bentar, ini ngomong apa sih. Cangkang ama isi, maksudnya
buah apa? Produk apa?
Misal, manusia.
Oke, lanjut.
Dulu, bahkan ampe kuliah saya selalu berprinsip, ngapain
dandan cantik-cantik, perawatan muka, ngurusin badan, kalau ternyata isi kepala
lo kosong, diajak ngobrol agama banyak ga ngerti, ga nyambung kalo diajak
ngobrol, and so on. Pada akhirnya saya selalu cuek dengan penampilan. Literary cuek,
mu dibilang gendutan kek, jerawatan, dan sebagainya, (walaupun teteuup sebagai
perempuan mah kadang baper juga) tapi semua komen itu ga lantas menggerakkan
perilaku saya untuk lebih merawat diri.
Pun saat ada orang yang kerudung nya panjangan dikit, udah
agak syar’i penampilannya dengan mulai pake rok dan kerudung dipanjangkan
menutup dada, saya selalu beranggapan, ahh masih banyak yang pake kerudung
panjang tapi akhlaknya ga sejalan, masih cengengesan, masih manjah manjah grup,
daan masih gagap kalo diajak diskusi agama. Buat apa. Mending jilbab biasa aja
tapi kalo diajak diskusi agama ngerti, ngaji bisa, dan akhlaknya lebih baik. Saya
gamau menambah barisan-barisan luar sana yang kecewa karna hijab panjang. Jadi,
yaudah berhijab biasa aja.
Atau saat ada orang yang berpendidikan tinggi. Buat apa? Terus
kalo berpendidikan tinggi, gelar nya mau kemana? Ga sedikit ko yang sekolah
udah tinggi, tapi manner masih jongkok. Belum nambah deretan orang korupsi
setelah menjadi pejabat-pejabat terhormat disana padahal mereka dari kalangan 'terpelajar'. Punya ilmu, setinggi apapun
gelarnya, dan sejauh apapun sekolah nya, ga lantas merubah manner seseorang. Meanwhile
dalam bermasyarakat, manner (aka akhlak) adalah hal yang utama. Hal ini serupa dengan ngapain orang rajin sholat, rajin puasa, rajin ke mesjid tapi masih ghibahin orang, omongannya masih nyakitin orang. Mendingan ibadah standar aja, ga usah fanatik-fanatik amat tapi ber akhlak.
Sehingga dengan pola pikir seperti itu, saya jadi
mengunggulkan yang satu dan merendahkan yang satu. Seiring dengan berjalannya
waktu, menambah usia, bertemu beragam orang, ternyata kaget sendiri ketika
menemukan ADA LOH CONTOH YANG PERFECT
GITU, balance antar cangkang dan isi. Penampilan rapih, berpendidikan, manner
baik, dan patuh sama agama.
Lalu terjadi perdebatan,
“udah, yang penting isi..”
“tapi cangkang juga ga kalah penting”
“iya sih”
***
Pada gilirannya banyak hal yang membuat saya sadar, terutama
setelah belajar agama lebih dalam, bahwa sebenarnya agama saya
itu mengajarkan untuk baik dalam segala
hal.
Liat contoh-contoh nya para tokoh muslim terdahulu. (Lain waktu kita bahas ini nanti).
Atau para sahabat, dan utamanya Rosulullah SAW. What a great
examples for us.
Kalau bisa memperbaiki keduanya, kenapa harus membatasi diri
dengan hanya memperbaiki salah satu?
Thats the point.
Terus mulai mikir, masa idup mau gini-gini terus,
Lalu mulailah,
Saya yang awalnya takut-takut mau panjangin jilbab, perlahan-lahan mulai coba.
Saya yang awalnya takut-takut mau dibilang sok cantik karna
perawatan, mulai lah merawat diri (minimal ga kucel, penampilan sesekali rapih,
dan ga cuek-cuek amat walaupun skg masih minimalis jg sih haha),
Saya yang awalnya takut-takut untuk memperbaiki cangkang,
perlahan mulai memoles tanpa berusaha melupakan esensi dari isi cangkang itu
sendiri. Coba-coba lagi nambah ilmu, perbaikin akhlak.
Walaupun asli, ternyata dari kesemua itu yang paling susah
yaaa memperbaiki akhlak yang merupakan hasil refleksi dari tauhid. Susah. Godaannya
adaaaaa aja.
Pada akhirnya, judging saya terhadap (misal) wanita-wanita
jilbab lebar perlahan berubah; misal manner nya belum sesuai, bisa jadi baru aja kemarin mereka memperbaiki
diri dengan melebarkan jilbabnya, bisa jadi baru aja kemarin hidayah
mengetuk hatinya (misal mualaf atau baru banget hijrah) sehingga ga bisa total berubah
100% begitu saja, atau bisa jadi mereka pun sedang dalam proses hijrah yang
menurut mereka hal itu sangatlah berat dari kacamata mereka sementara kita ga
tau. Bisa jadi. Dan banyak bisa jadi-bisa jadi yang lainnya.
Hal ini kalau dihayati, ya jadi ajaran agama juga. Untuk tidak
berprasangka. Untuk selalu mengajarkan; milikilah seribu alasan berprasangka
baik terhadap saudara mu. Untuk tidak mencela dosa saudaranya. Singkatnya,
untuk ga judging, untuk ga nyinyir, dan untuk ga demanding terhadap orang lain. Tapi
disuruh ngaca dulu ama diri sendiri. Disuruh sibuk ama apa yang udah dilakuin
ama diri. Karna mau temen deket, atau keluarga sekalipun gakan bisa
menggantikan hisab kita nanti di yaumil akhir.
Pun untuk tidak menyinyiri mereka yang belum berhijab,
atau yang ngajinya masih terbata, atau
yang pemahaman agamanya masih sedikit. Ga lantas jadi halal buat nyinyir sih. Ya itu tadi, Islam
sendiri sangat menekankan untuk tetap berprasangka baik. Boleh jadi, nanti besok dia
dapat hidayah dan lebih baik dari kamu. Boleh jadi, besok mereka diberikan
kemudahan dalam menghapal ayat-ayat Quran nya, sementara kita dimentokkan
bahkan dilupakan amat ayat yang udah dihapal :(
Boleh jadi, besok dia meninggal
dalam keadaan husnul khotimah karna hatinya bersih sementara kamu meninggal dalam
keadaan memiliki prasangka dan titik-titik hitam di hati tanpa sadar
menggerogoti.
Bukankah dalam hadist dibilang suatu amal itu dilihat dari akhirnya? (baca sini)
Selalu
ada waktu untuk berubah. Mereka yang bisa berubah lebih baik, atau kamu yang bisa
berubah lebih buruk (Naudzubillahi min dzalik).
Makanya semakin kesini semakin paham, pilihan untuk memperbaiki
isi maupun cangkang sama-sama rasional nya. Yang ga rasional adalah saat
berenti memperbaiki diri. Terutama memperbaiki hati yang gampang banget
dibolak-balik di dunia yang terlalu dinamis ini.
Wallahualam.
Semoga kita bisa selalu lebih baik dari hari kemarin sekecil apapun perubahannya dan bisa istiqomah berada di jalan kebaikan Nya,
serta selalu berada dalam bimbingan dan lindunganNya. Aamiin.
*Memasuki malam 2 Muharram 1440 H.
**Ga perlu nanya resolusi lah yaa :p
Video singkat tentang "Mengapa harus hijrah" oleh Ust Oemar Mita.
Fyi, gabisa ngelink video di IG, but this one was too good, jadi video screenshot aja yes.